Kepemilikan dalam Islam
masnasih.com - Agama Islam yang rahmatan lil 'alamin tidak hanya berhenti sampai teori dan kata-kata saja. Ada hukum yang merupakan aturan-aturan dan tanda-tanda keadilan Allah SWT, salah satunya dalam Islam diatur tentang kepemilikan. Berikut penjelasannya.

Kepemilikan dalam Islam

Pengertian Kepemilikan

“Kepemilikan” sebenarnya berasal dari bahasa Arab dari akar kata “malaka” yang artinya memiliki. Dalam bahasa Arab “milk” berarti kepenguasaan orang terhadap sesuatu (barang atau harta) dan barang tersebut dalam genggamannya baik secara riil maupun secara hukum.

Dimensi kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang memiliki sesuatu barang berarti mempunyai kekuasaan terhadap barang tersebut sehingga ia dapat mempergunakannya menurut kehendaknya dan tidak ada orang lain, baik itu secara individual maupun kelembagaan, yang dapat menghalang-halanginya dari memanfaatkan barang yang dimilikinya itu

Dalam istilah kepemilikan berarti pendapatan seseorang yang diberi wewenang untuk mengalokasikan hartanya yang dikuasai orang lain dengan keharusan untuk selalu memperhatikan sumber (pihak) yang menguasainya.
Para fukoha memberikan batasan-batasan syar’i “kepemilikan” dengan berbagai ungkapan yang memiliki inti pengertian yang sama.

Di antara yang paling terkenal adalah definisi kepemilikan yang mengatakan bahwa “milik” adalah hubungan khusus seseorang dengan sesuatu (barang) di mana orang lain terhalang untuk memasuki hubungan ini dan si empunya berkuasa untuk memanfaatkannya selama tidak ada hambatan legal yang menghalanginya.

Dalam Islam kepemilikan membutuhkan legalisasi dari syariah. Menurut syariah, kepemilikan adalah sebentuk ikatan antara individu terkait dengan harta, yang pada tahapan proses kepemilikan disyaratkan berbagai hal yang disebut asal usul kepemilikan (asbabal-milkiyyah).

Selanjutnya syariah mengharuskan beberapa aturan dalam pengoperasian harta dan dalam mengembangkannya.
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi” (QS. Al-Baqarah: 284)

Menimbang kepemilikan adalah hal yang lazim bagi manusia, maka Allah memberi kekuasaan kepada manusia untuk memiliki apa saja yang ada di bumi, namun dengan catatan manusia harus selalu sadar akan statusnya yang hanya diberi, maka ia harus tunduk kepada yang memberi.

Kepatuhan ini harus terwujud mulai saat manusia melakukan proses kepemilikan, hingga dalam menggunakan hak miliknya. Semua harus sesuai dengan syariah yang merupakan ekspresi kehendak Allah.

Hak Milik dalam Ekonomi Islam

Ekonomi kapitalisme berdiri berdasarkan hak miliki khusus atau hak milik individu. Ia memberikan kepada setiap individu hak memilih apa saja sesukanya dari barang-barang yang produktif maupun yang konsumtif, tanpa ikatan apapun atas kemerdekaanya dalam memilih membelanjakan, maupun mengeksploitasi kekayaan.

Sikap ekonomi kapitalisme dalam hak milik sesuai dengan sandaran falsafahnya, yaitu falsafah individualisme, yang memandang bahwa individu merupakan proses segala yang ada dan kebahagian individu, kemerdekaan, dan kebebasannya merupakan cita-cita sistem politik dan ekonomi. Oleh karena itu ia memandang suci terhadap hak milik individu

Ekonomi sosialisme yang berlandaskan hak milik umum atau hak milik orang banyak yang diperankan oleh negara atas alat-alat produksi

Dalam lingkungan sistem ini seseorang tidak diizinkan memiliki harta dari hasil-hasil produksi. Negaralah pemilik satu-satunya alat produksi, semua rencana dan pengabdian yang berguna bagi seluruh bangsa.

Sikap terhadap hak milik sesuai dengan falsafah yang merupakan sandaran ekonomi sosialis yaitu falsafah kolektivisme yang beranggapan bahwa dasar pokok adalah orang banyak. Individu merupakan bagian dari salah satu anggota dari orang banyak.

Pembagian Harta

  1. Harta yang tidak dapat dimiliki dan dihak milikan kepada orang lain. Harta yang tidak dapat dimiliki dan dihakmilikan kepada orang lain adalah setiap harta milik umum seperti jalanan, jembatan, sungai dll. dimana harta/barang tersebut untuk keperluan umum. 
  2. Hak yang tidak dapat dimiliki kecuali dengan ketentuan syari’ah. Harta yang tidak dapat dimiliki kecuali dengan ketentuan syari’ah Seperti harta wakaf, harta baitul mal dll. Maka harta wakaf tidak bisa dijual atau dihibahkan kecuali dalam kondisi tertentu seperti mudah rusak ataupun biaya pengurusannya lebih besar nilai hartanya.
  3. Harta yang dapat dimiliki dan dihak milikan kepada orang lain yaitu harta selain yang termasuk dalam kategori harta yang tersebut diatas

Pandangan Islam terhadap Kepemilikan

Dalam pandangan Islam, pemilik asal semua harta dengan segala macamnya adalah Allah SWT karena Dialah Pencipta, Pengatur dan Pemilik segala yang ada di alam semesta ini:

ÙˆَÙ„ِÙ„َّÙ‡ِ Ù…ُÙ„ْÙƒُ السَّÙ…َÙˆَاتِ ÙˆَالْØ£َرْضِ ÙˆَÙ…َا بَÙŠْÙ†َÙ‡ُÙ…َا يخْÙ„ُÙ‚ُ Ù…َا ÙŠَØ´َاءُ ÙˆَاللَّÙ‡ُ عَÙ„َÙ‰ ÙƒُÙ„ِّ Ø´َÙŠْØ¡ٍ Ù‚َدِير

“Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang diantara keduanya. Dia menciptakan apa yang dikehendakiNya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”

Sedangkan manusia adalah pihak yang mendapatkan kuasa dari Allah SWT untuk memiliki dan memanfaatkan harta tersebut
“Berimanlah kamu kepada allah dan RasulNya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya…”

Seseorang yang telah beruntung memperoleh harta, pada hakekatnya hanya menerima titipan sebagai amanat untuk disalurkan dan dibelanjakan sesuai dengan kehendak pemilik sebenarnya (Allah SWT), baik dalam pengembangan harta maupun penggunaannya.

Sejak semula Allah telah menetapkan bahwa harta hendaknya digunakan untuk kepentingan bersama.

Sehingga sebuah kepemilikan atas harta kekayaan oleh manusia baru dapat dipandang sah apabila telah mendapatkan izin dari Allah SWT untuk memilikinya. Ini berarti, kepemilikan dan pemanfaatan atas suatu harta haruslah didasarkan pada ketentuan-ketentuan shara’ yang tertuang dalam al-Qur’an, al-Sunnah, ijma’ sahabat dan al-Qiyas.

Jenis-Jenis Kepemilikan

Para fukoha membagi jenis-jenis kepemilikan menjadi dua yaitu:

  1. Kepemilikan sempurna (tamm), adalah kepemilikan seseorang terhadap barang dan juga manfaatnya sekaligus.
  2. Kepemilikan kurang (naaqis). adalah yang hanya memiliki substansinya saja atau manfaatnya saja.

Sebab-Sebab Kepemilikan dalam Islam

Kepemilikan yang sah menurut islam adalah kepemilikan yang terlahir dari proses yang disahkan syari’ah. Kepemilikan menurut pandangan Fiqh islam terjadi karena menjaga hak umum, transaksi pemindahan hak dan penggantian posisi kepemilikan.

Menurut Taqyudin an-Nabani dikatakan bahwa sebab-sebab kepemilikan atas suatu barang dapat diperoleh melalui lima sebab yaitu:

  1. Bekerja
  2. Warisan
  3. Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup
  4. Harta pemberian Negara yang di berikan kepada rakyat.
  5. Harta yang di peroleh oleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun

Klasifikasi Kepemilikan dalam Islam

Kepemilikan pribadi (al-milkiyat al-fardiyah/private property)

Kepemilikan pribadi adalah hukum shara’ yang berlaku bagi zat ataupun kegunaan tertentu, yang memungkinkan pemiliknya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasinya baik karena diambil kegunaannya oleh orang lain seperti disewa ataupun karena dikonsumsi dari barang tersebut.

Adanya wewenang kepada manusia untuk membelanjakan, menafkahkan dan melakukan berbagai bentuk transaksi atas harta yang dimiliki, seperti jual-beli, gadai, sewa menyewa, hibah, wasiat, dll adalah meriupakan bukti pengakuan Islam terhadap adanya hak kepemilikan individual.

Kepemilikan Umum (al-milkiyyat al-’ammah/ public property)

Kepemilikan umum adalah izin al-shari’ kepada suatu komunitas untuk bersama-sama memanfaatkan benda, Sedangkan benda-benda yang tergolong kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh al-shari’ sebagai benda-benda yang dimiliki komunitas secara bersama-sama dan tidak boleh dikuasai oleh hanya seorang saja.

Karena milik umum, maka setiap individu dapat memanfaatkannya namun dilarang memilikinya. Setidak-tidaknya, benda yang dapat dikelompokkan ke dalam kepemilikan umum ini, ada tiga jenis, yaitu:
  1. Fasilitas dan Sarana Umum
  2. Sumber Alam Yang Tabiat Pembentukannya Menghalangi Dimiliki Oleh Individu Secara Perorangan
  3. Barang Tambang Yang Depositnya Tidak Terbatas

Kepemilikan Negara (Milkiyyat Al-Dawlah/ State Private)

Kepemilikan Negara adalah harta yang merupakan hak bagi seluruh kaum muslimin/rakyat dan pengelolaannya menjadi wewenang khalifah/negara, dimana khalifah/negara berhak memberikan atau mengkhususkannya kepada sebagian kaum muslim/rakyat sesuai dengan ijtihadnya. Makna pengelolaan oleh khalifah ini adalah adanya kekuasaan yang dimiliki khalifah untuk mengelolanya.

Kepemilikan negara ini meliputi semua jenis harta benda yang tidak dapat digolongkan ke dalam jenis harta milik umum (al-milkiyyat al-’ammah/public property) namun terkadang bisa tergolong dalam jenis harta kepemilikan individu (al-milkiyyat al-fardiyyah).

Beberapa harta yang dapat dikategorikan ke dalam jenis kepemilikan negara menurut al-shari’ dan khalifah/negara berhak mengelolanya dengan pandangan ijtihadnya adalah:

  1. Harta ghanimah, anfal (harta yang diperoleh dari rampasan perang dengan orang kafir), fay’ (harta yang diperoleh dari musuh tanpa peperangan) dan khumus
  2. Harta yang berasal dari kharaj (hak kaum muslim atas tanah yang diperoleh dari orang kafir, baik melalui peperangan atau tidak)
  3. Harta yang berasal dari jizyah (hak yang diberikan Allah kepada kaum muslim dari orang kafir sebagai tunduknya mereka kepada Islam)
  4. Harta yang berasal dari pajak
  5. Harta yang berasal dari ushur (pajak penjualan yang diambil pemerintah dari pedagang yang melewati batas wilayahnya dengan pungutan yang diklasifikasikan berdasarkan agamanya)
  6. Harta yang tidak ada ahli warisnya atau kelebihan harta dari sisa waris (amwal al-fadla)
  7. Harta yang ditinggalkan oleh orang-orang murtad
  8. Harta yang diperoleh secara tidak sah para penguasa, pegawai negara, harta yang didapat tidak sejalan dengan shara’
  9. Harta lain milik negara, semisal: padang pasir, gunung, pantai, laut dan tanah mati yang tidak ada pemiliknya

Kepemilikan Hidup

Secara teologis, hidup manusia adalah sesuatu yang diciptakan dan kemudian diberikan Tuhan kepada manusia dan kepada makhluk.

Hidup lainnya seperti binatang dan tanaman yag bermula dari adanya air.

Pada saat manusia dikarunia Tuhan dan kehidupan di dunia ini, manusia diberi kekuatan, kekuasaan, dan kemampuan untuk apa hidup dan kehidupan ini akan ia gunakan.

Manusia diberikan kebebasan untuk apa dan bagaimana hidup dan kehidupan ini akan ia isi. Kebebasan yang terbatas baik ruang, waktu dan hukumnya yang mengikat hidup dan kehidupan itu sendiri. Kemudian manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas pilihan dan perbuatannya dalam menggunakan hidup dan kehidupannya itu.

Kepemilikan Kekuasaan

Kekuasaan sesungguhnya adalah konsekuansi logis dari hidup dan kehidupan yang diberikan tuhan kepada manusia secara bersamaan dengan diberikannya hidup dan kehidupan kepada manusia.

Dengan sendirinya manusia juga diberikan kemampuan kebebasan dan kekuasaan untuk dapat mengisi, menggunakan hidup dan kehidupannya sesuai dengan keinginannya sendiri. Jadi kekuasaan itu melekat pada hidup dan kehidupan manusia itu sendiri.

Karena itu, jika hidup dan kehidupan itu bersumber pada tuhan yang menciptakan, maka dengan sendirinya kekuasaan bagian dari hidup dan kehidupan pada hakikatnya juga bersumber dari tuhan

Kekuasaan manusia pada hakikatnya ada dalam ruang hidup dan kehidpan manusia, bukan sesuatu yang berada di luar hidup dan kehidupan manusia. Jika hidup manusia berada dalam ruang dan waktu yang terbatas, demikian juga kekuasaan manusia yang selalu terbatas dalam ruang dan waktu hidup dan dalam interaksi kehidupan manusia.

Kekuasaan manusia dalam kegiatan ekonomi adalah kekuasaan yang terbatas pula karena kegiatan ekonomi pada dasarnya merupakan  kegiatan manusia yang berlangsung dalam hidup dan kehidupan manusia yang terbatas dengan memanfaatkan kreatifitas manusia yang terbatas serta berlangsung dalam alam semesta yang terbatas yang pada dasarnya juga bukan milik mutlak dari dirinya.

Karena itu, manusia diingatkan untuk menggunakan kekuasaan yang dimiliki demi mewujudkan keadilan dan kebaikan.
Kepemilikan harta kekayaan

Harta dan kekayaan manusia secara ekonomi adalah hasil yang diperoleh dari kegiatan ekonomi dan bisnis yang dapat berupa uang, surat-surat berharga, perusahaan dan asetnya, serta barang-barang lainnya, barang yang bergerak maupun yang tidak bergerak.

Kegiatan ekonomi dan bisnis itu dilakukan dalam ruang dan waktu kosmik dengan mengolah apa yang tersedia yang ada di kosmik dengan melibatkan banyak orang yang membantu dan bekerja untuk kemajuan ekonomi dan bisnisnya.

Jadi, kegiatan ekonomi bisnis yang menghasilkan kekayaan itu selalu berkaitan dengan:

  1. Kreatifitas manusia yang diberikan tuhan kepadanya
  2. Benda-benda di alam semesta yang diciptakan tuhan dan kemudian diolah manusia menjadi suatu produksi barang atau jasa
  3. Orang lain diluar diri manusia yang terlibat dalam memajukan kegiatan ekonomi dan bisnisnya.

Kepemilikan harta kekayaan oleh seseorang sesungguhnya bukan kepemilikan yang bersifat mutlak, dan kekayaan itu diperoleh bukan semata-mata ditentukan oleh dirinya, tetapi oleh berbagai faktor di luar dirinya sendiri.
Oleh karena itu, dalam setiap harta kekayaan yang dimiliki seseorang, di dalamnya ada hak orang lain.

Kepemilikan antara Hak dan Kewajiban

Kepemilikan hartaa kekayaan oleh seseorang adalah kepemilikan yang tidak mutlak sifatnya. Kepemilikan itu bersifat terbatas sehingga dalam setiap kepemilikan harta kekayaan, di dalamnya selalu ada hak dan kewajiban yang harus dijalankan manusia secara seimbang.

Baca Artikel Pendidikan Lainnya.