Zakat Barang Tambang & Hasil Laut

masnasih.com - Ibnu Athir menyebut dalam an-Nihaya bahwa al-Ma’adin, berarti tempat dari mana kekayaan bumi seperti ems, perak, tembaga dan lain-lain keluar. Bentuk tunggalnya dalah ma’din. Ibnu Humam menmgatakan dalam al-fath bahwa ma’din berasal dari ‘adn yang berarti menetap. Kalimat adana pada suatu tempat berarti mendiaminya. Contoh lain lagi misalnya jannat ‘and yang berarti ‘surga tempat tinggal’. Menurut ahli bahasa, pusat sesuatu disebut ma’dinnya.

Tetapi arti dari ma’din sesungguhnya adalah tempat yang dikaitkan pengertiannya dengan kediaman, kemudian lebih populeh dipakai untuk menunjuk pengertian benda-benda di san sini yang ditempatkan oleh Allah di atas bumi pada waktu bumi diciptakan, sehingga pengertiannya kemudian berubah kepada pengertian yang baru itu, tanpa alas an yang jelas.

Kanz adalah tempat tertimbunnya herta benda karena perbuatan manusia.

Rikaz mencakup keduannya (yakni ma’din dan Kanz), Karena kata ini brasal dari rakz yang berarti smpanan, ttapi yang dimksud ialah maruz yang di simpan, penegrtinnya lebih luas dari pada yang menyimpan itu hany tuhan atau makhluk saja. Hl itu berdasarkan pendapat ulama-ulama fiqih Iraq tentang arti kata rikaz itu, yang akan terangkan lebih lanjut nanti.

Ibnu Qaldun menyebutkan dalam al-Mughni suatu definisi yang sangat tepat tetntang ma’din, yaitu “ sesuatu pemberin bumi yang trbentuk dari benda lain tetapi berharga”. Ungkapannya ‘seuatu pmberian Bumi” berarti ‘ bukan sesuatu pemberian laut”, dan bukan pula simpanan manusia. “Terbentuk dari benda lain” berarti “bukn tanah dan lumpur”, karena keduannya adalah bagian dari bumi, dan “berharga” berarti merupakan harta benda yang ada sangkut pautnya dengan kewajibn-kewajiban. Ibnu Qudamah mengemukakan contoh ma’din itu yaitu emas,perak, timah, besi, intan, batu permata, akik, dan batu bara. Demikian juga barang-barang tambang cair seperti ter, minyak bumi, belerang, dan lain-lain yang sejenisnya.

Zakat Barang Tambang dan Hasil Laut

Penemuan-Penemuan Benda Terpendam dan Kewajiban Zakat Atasnya

Yang dimaksud dengan benda-benda terpendam ialah berbagai macam harta benda yang disimpan oleh orang-orang dulu di dalam tanah, seperti emas, perak, tembaga, pudi-pundi berharga dll. Para ahli fiqih telah menetapkan bahwa orang yang menemukan benda-benda ini diwajibkan mengeluarkan zakatnya seperlima bagian (20%), berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh jama’ah ahli hadis, yang berasal dari Abu Huraira, yang menyatakan bahwa “ Rikaz itu harus dikeluarkan zakatnya seperlima bagian”. Kesepakat para ulama bahwa benda-benda yang disimpa dalam tanah adalah Rikaz, karena benda tersebut terpendam di dalamnya.

An-Nasa’i meriwayatkan dari Amru Ibnu Syu’aib yang diterimanya dari bapanya. Hadis itu berasal dari kakek Amru yang mengatakan bahwa, Rasulullah pernah ditanya tentang lutqah, yang dijawab oleh Rasulullh bahwa” Harta benda yang ditemukan di jalan umum atau di daerah pemukiman, hendaklah diumumkan selama setahun. Jika pemiliknya datang, berikanlah dan jika tidak, ambillah sebagai milikmu. Dan harta yang di temukan bukan dijalan umum atau bukan di daerah pemukiman, maka dalam harta itu dan demikian pula pada Rikaz ada seperlima bagian yang harus dikeluarkan.

Kedua hadis tersebut menunjukkan beberapa hal, antara lain:
  1. Bahwa harta yang ditemukan di daerah yang tidakdidiami orang atau di dalam tanah yang tidak di ketahui pemilikya, zakatnya adalah seperlima bagian, sekalipun harta itu ditemukan diatas tanah. Sedangkan kalau harta itu ada pemiliknya, apakah pemilik itu muslim atau seorang kafir maka harta itu harus dikembalikan kepada pemiliknya.
  2. Menurut pendapat Jumhur ulama, Rikaz meliputi semua harta yang tersimpan dan terpendam di dalam tanah. Syafi’i membatasinya hanya emmas dan perak saja. Pendapat jumhur ulama ini merupakan pedapat yang lebih tepat, karrena hadis-hadis tersebut mengandung pengertian yang umum.
  3. Kedua hadis di atas menunjukkan bahwa orang yang menemukan harta tersebut berkewajiban untuk mengleuarkan seperlima bagian dari harta yang ditemukannya itu, apakah penemu itu seorang Muslim atau seorang kafir zimmi, demikian juga apakah dia anak keci atau orang dewasa. Dan ini merupakan pendapat Jumhur.ulama. Syafi’i berpendapat bahwa yang menemukannya seorang kafir zimmi, tidaklah ada yang harus diambil drai harta itu, karena yang diwjaibkan mengeluarkannya hanyalah orang-orang yang dikenakan kewajiban zakat, karena pengeluaran (20%) itu adalah merupakan zakat.

    Sedangkan anak-anak dan perempuan menurut syafi’i tidak berhak untuk memiliki Rikaz. Ia mengatakan dalam buku al-Mughni bahwa kita mengambil pengertian umum dari sabda Nabi diatas yang menyatakan bahwa semua harta rikaz yang ditemukan, wajib dikeluarkan seperlima bagian. Pengertian lain ialah bahwa sisanya (yang 4/5) mejadi mikik orang yang meneukannya. Siapapun dia. Syekh Taqiuddin Ibnu Daqiq al-ied mengatakan bahwa para ahli fiqih yang berpendapat bahwa dalam harta rikaz itu ada seperlima bagian yang harus dikeluarkan, baik secara mutlak atau dalam beberapa bentuknya, mereka itu lebih dekat kepada maksud hadis.
  4. Zahir diatas tidak memperhitungkan nisab, seperlima bagian dari harta yang diperoleh adalah suatu ukuran jahiliyah, sedikit atau banyak. Demikian pendapat Malik, Abu Hanifah, dan sahabatnya, ahmad, Ishaq dan Syafi’i menurut Qaul qadimnya. Dikarenakan harta ini harus dibagi lima, maka tidak perlu diperhitungkan nishabnya, sama halnya dengan harta rampasan perang ‘Ghanimah’. Dan karena harta ini diperoleh tanpa usaha dan tanpa susah payah, maka tidak perlu ada keringanan. Sekalipun sedikit. Tetap diambil pada bagian yang sudah ditentukan, berbeda dengan barang tambang an hasil pertanian.
  5. Para ulama sepakat bahwa tidak ada ketentuan tentang batas waktu satu tahun unttuk mengeluarkan zaktnya. Akan tetapi kewajiban itu harus dilaksamnakan pada waktu itu juga . ibnu hajar mengatakan dalam buku al-fath bahwa ibnu arabi melakukan kekeliruan dalam syarh turmizi dimana ia mengatakan bahwa Syafi’i menentukan syarat waktu satu tahun. Padahal ketentuan seperti itu tidak ditemukan dalam buku-buku syafi’i ataupun dalam buku-buku sahabtnya.
  6. Hadist tersebut tidak menentukan orang yang berhak menerima seperlima bagian dari rikaz (mashraf al-rikaz). Hal ini menimbulkan perbedaan pendapat diantara para ahli fiqih. Syafi’i dan Ahmad mengtakan dalam suatu riwayat yang berasal dari Ahmad: “ Orang-Orang yang berhak mnerima Rikas sama dengan orang-orang yang berhak menerima zakat. Karena Ali bin Abi Tholib r.a pernah menyuruh orang yang mendapat harta terpendam untuk bersedekah kepada orang-orang miskin”. Hadis ini diriwayatkan oleh Imama Ahmad dari Ali. Karena Hadis ini didapatkan dari dalam Tanah, maka ia sama dengan hasil pertanian dan buah-buahan. 

Abu Hanifah, Ahmad, Malik dan Jumhu Ulama dalam riwayat lain yang berasal dari malik mengatakan, bahwa orang yang berhak menerima rikaz adalah sama dengan orang yang berhak pada pajak. Yaitu dicampurkan dengan anggaran negara. Hal ini berdasarkan Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Abu Ubaiah dari Asy-Sya’bi : Bahwa seseorang pernah mendapatkan 1000 dinar yang terpendam diluar kota madinah, kemudia uang itu dibawanya kehadapan Umar Bin Khatab, dan umar mengmbil uang itu seperlimany 200 dinar dan sisannya dikembalikan kepada orang yang menemukan uang itu, kemudian umar membagi-bagikan uang yang 200 itu kepada kaum muslimin yang hadir disana. Setelah dibagi-bagikan uang tersebut masih ada sisanya, lantas Umar berkata: “ mana pemilik uang ini? Lalu orang itu berdiri, slanjutnya umar berkata;

“Ambillah uang ini untukmu! Didalam kitab Al-Mughni dikatakan bahwa kalaulah uang itu termasuk zakat, tentu umar membagi- bagikan kepada orang yang berhak dan ia tidak membagikan kkepada orang yang hadir waktu itu dan juga tidak akan mengembalikannya kepada orang yang mendapatkannya. Mereka berpendapat bawa seperlima dari rikaz ini sama dengan seperlima dari Ghanimah (harta rampasan perang), karena orang kafir zimmi pun diharuskan menyerahkannya berbeda dengan zakat.

Barang Tambang dan Kewajiban Zakat Atasnya

Kewajiban yang Harus Ditunaikan pada Produksi Barang Tambang:

Pada pasal yang terdahulu telah dijelaskan tentang zakat pertanian yaitu tanam-tanaman dan buah-buahan yang keluar dari bumi. Sekarang kita kemikakan pulatentang hukum yang berlaku atas harta kekayaan lain yang dikeluatkkan dari perut bumi yaitu barang-barang tambang yang diletakkan Allah dalam tanah dan manusia diajarkan berbagai macam untuk mengeluarkannya dalam bentuk emas, perak, tembaga, besi, timah, belerang, minyak bumi, ter, atau garam yang mencakup barang tambang padat dan cair.

Para Ulama Usul fiqih berbeda pendapat dalam memberikan jawaban karena adanya perbedaan pendapat dalam menafsirkan nash yang ada atau dalam melakukan qiash, namun demikian mereka bersepakat tentang adanya hak yang harus dimbil dari produksi barang tambang. Hal ini berdasarkan pengertian yang diambil dari firman Allah swt, “Hai orang-orang yang beriman! Belanjakanlah hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi.”tidak disangsikan lagi bahwa barang tambang itu merupakan harta yang dikeluarkan allah dari dalam bumi.

Barang Tambang yang Diambil Zakatnya

Di antara pertikaian ulama fiqih ialah dalam hal menentukan jenis barang tambang yang harus dikeluarkan zakatnya, pendapat syafi’i yang populer yaitu membatasinya hanya emas dan perak saja, sedangkan yang lai tidak diwajibkan mengeluarkan zakatnya, seperti besi, tembaga, timah, kristal, batu bara, dan berbagai macam batu permata, seperti yaqut, akik, fairuz, zamrud, zabarjad, dll.

Abu Hanifa dan sahabatnya berpendapat bahwa tidak ada beda antara bahan yang diolah dengan api dan yang diolah bukan dengan api. Baang tambang yang dikenakan kewajiban zakat ialah semua pemberian bumi yang terbentuk dari unsur lain tetapi berharga. Apakah barang tambang padat seperi besi, timah, tembaga dll. Atau barang tambang cair seperti minyak bumi dan belerang, demikian pula menurut pendapat mazhab zaid ibnu Ali. Baqir dan Shadiq serta seluruh ahli fiqih golongan syi’ah selain muayyid billah yang mngecualikan garam, minyak bumi dan ter.

Pendapat Hanbali dan orang-orang yang sependapat dengan dia merupakan pendapat yang lebih kuat. Pendapat ini di dukung oleh mkasud kata ma’din menurut pengertian bahasa di samping diperkuat oleh pandangan logis, karena tidak ada bedanya antara barang tambang padat dengan barang tambang cair, juga tidak ada bedanya antara yang diolah dengan yang tidak. Tidak ada bedanya antara besi dan timahserta antara minyak bumi dengan belerang, semuanya itu meupakan barang berharga. Bahkan sekarang minyak bumi dinamai “ emas hitam”.

Pengarang Al-Mughni menetapkan hukum berdasarkan pendapat madzhab Hanbali dan mengemukakan:
  1. Kita berpegang dengan maksud firman Allah swt yang umum sifatnya. “...dan segala sesuatu yang kami keluarkan dari bumi untukmu...”
  2. Zakat benda ini tergantung dari jenis barang tambang yang diproduksi seperti dua benda yang menjadi mata uang yaitu emas dan perak.
  3. Karena barang-barang ini merupakan harta kekayaan, maka bila berasal dari rampasan perang, zakatnya seperlima bagian, dan bila berasal dari barang tambang zakatnya sama seperti emas.

Besar Zakat Barang Tambang: 20% Atau 2,5%

Mengenai besar zakat yang harus dikeluarkan, maka para ulama fikih berbeda pendapat. Abu hanifah dan kawan-kawannya berpendapat harus dikeluarkan zakatnya 20%. Demikian pula pendapat Abu Ubaid, Zaid bin Ali, Baqir, Sadik, dan sebagan terbesar ulama mazhab syi’ah baik zaidiah maupun Imamiah.

Tetapi Ahmad dan Ishaq berpendapat bahwa besar zakatnya adalah 2.5%, berdasarkan qias dengan zakat uang, sesuai dengan nash dan ijmak tentang itu. Malik dan syafi’i juga berpendapat demikian.

Menurut mazhab maliki, barang tambang itu terbagi dua bagian. Pertama yang diperoleh melalui usaha yang sangat berat, tentang hal itu sudah ada kesepakatan bahwa hanya dikenakan zakat biasa. Kedua, yang diperoleh tanpa usaha yang berat. Dalam hal ini Malik tidak mempunyai pendapat yang tegas. Ia pernah mengatakan bahwa besar zakatnya adlah 2.5% sama dengan uang, tetapi pada kali ini ia mengatakan bahwa zakatnya 20%.

Syafi’i punya pendapat sama dengan pendapat-pendapat di atas. Dan pendapat yang populer dari syafi’i dan sahabat-sahabatnya adalah mengambil 1/40 bagian.

Dalil Yang Digunakan Oleh Orang Yang Berpendapat 1/40 Bagian

Orang yang berpendapat bahwa zakat barang tambang adalah 1/40 bagian, beralasan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Malik dalam buku al-Muwaththa, yaitu sebuah hadis yang berasal dari Abd Rahman yang bersumber dari beberapa orang. Hadis ini menerangkan bahwa Rasul s.a.w memberikan kepada Hilal Ibnu Haris hak usaha barang tambang di daerah Qabliya (suatu daerah dipinggir laut yang jaraknya dengan kota madinah sejauh 5 hari perjalanan). Daerah ini termasuk wilayah Qar’ yaitu suatu wilayah yang terletak antara Nakhla dan Madinah. Sampai sekarang tidak ada yang dibebankan atas usaha tersebut selain pembayaran zakat.

Alasan Orang Yang Berpendapat Bahwa Zakatnya 1/5 Bagian

  1. Abu hanifah dan orang yang sependapat dengan dia mengemukakan alasan sebuah hadis Nabi yang mengatakan bahwa dalam harta rikaz itu ada 1/5 bagian yang harus dikeluarkan. Golongan ini berpendapat bahwa harta yang dikeluarkan dari dalam tanah ada 2 jenis, pertama disebut kanz, yaitu harta benda kekayaan yang disimpan oleh manusia di dalam tanah, dan yang kedua dsebut ma’din, yaitu harta benda kekayaan yang secara alamiah sudah ada di dalam tanah.

    Kata-kata rikaz dipakai untuk menunjuk kedua jenis harta benda tersebut. Hanya saja arti sesungguhnya dipakai untuk ma’din ‘barang tambang’, dan penggunaanya untuk pengertian kanz ‘harta terpendam’ dipakai secara kiasan. Disamping itu Malik, Syafi’i dan ahli fikih Hijaz pada umumnya, berpendapat bahwa barang tambang bukanlah rikaz, akan tetapi merupakan harta yang tersmpan didalam tanah sejak dulu kala. Pendapat ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh jama’ah yanng bersumber dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa melukai binatang yang terlepas karena ketakutan atau lari dari pemiliknya, tidak dituntut hukuman. Demikian pula kalau mengupah kepada seseorang untuk menggali sumur atau untuk mengeluarkan barang tambang, kemudian orang yang menerima upah itu mendapat kecelakaan, maka tidak ada jaminan bagi orang tersebut. Dan didalam harta rikaz ada hak yang harus dikeluarkan sebanyak 1/5 bagian. Dalam hadis ini Nabi s.a.w membedakan antara barang tambang dan rikaz, karena ia menyebutkan secara terpisah.
  2. Mazhab Hanafi memperkuat pendapat mereka yang menyatakan kewajiban mengeluarkan 1/5 bagian produksi barnag tambang dengan dalil lain, yaitu menyamakannya dengan harta rampasan perang, atau menjadikannya salah satu bentuk harta rampasan perang.
  3. Ahli fikih Syi’ah Imamiah mendasarkan pendapat mereka tentang kewajiban mengeluarkan yang 1/5 bagian, kepada ayat surat al-Anfal yang berarti: “ketahuilah bahwa sesuatu yang kami peroleh melalui ghaminah ‘harta rampasan perang’, disana ada hak Allah, RasulNya, karib kerabat, anak yatim, orang-orang miskin dan musafir. 

Golongan Yang Menetapkan Kewajiban Zakat Berdasarkan Tingkat Kesusahan Usaha

Sebagian ahli fikih berpendapat lain, dimana ia melihat kepada tingkat usaha yang diusahakan dan biaya serta kesusahan dalam memproduksi barang yang dihasilkan. Jika produksinya jauh lebih banyak dari usaha dan biaya yang dikeluarkan, maka zakatnya adalah 1/5 bagian. Sebaliknya bila hasilnya sedikit dibanding dengan usaha dan biaya, maka zakatnya 1/40 bagian. Dan ini adalah pendapat Malik dan Syafi’i.

Mereka membedakannya dengan cara ini adalah untuk mengompromikan beberapa buah hadis yang menyatakan bahwa emas dan perak zakatnya 1/40 dengan hadis yang mewajibkan zakat untuk barang tambang sebanyak 1/5 bagian.

Nisab Barang Tambang Dan Waktu Penghitungannya

Abu hanifa dan kawan-kawan berpendapat bahwa barang tambang wajib zakat, baik jumlahnya sedikit maupun banyak, atas dasar itu adalah harta karun, harta karun itu mempunyai ketentuan nisab tetapi tidak perlu bermasa setahun.

Hal itu karena, menurut Rafi’i dari mazhab Syafi’i, maksud nisab diberlakukan supaya dapat diketahui jumlah kekayaan yang dapat tidak dikenakan zakatnya dan masa setahun untuk diketahui apakah kekayaan mengalami pertumbuhan atau tidak. Mengenai barang tambang jelas ia mengalami pertumbuhan. Oleh karena itulah kita menilainya mempunai nisab, sama halnya dengan hasil tanaman dan buahan, yang tidak diperhitungkan masa setahun.

Masa Penentuan Nisab

Pengertian cukup satu nisab jumlah barang tambang yang diperoleh, bukanlah berarti bahwa cukup satu nisab itu satu penemuan, tetapi diperoleh berkali-kali dan terus dijumlahkan.

Berlakukah Ketentuan Satu Tahun bagi Barang Tambang

Menurut para jumhur ulama fiqih, barang tamabng wajib dikeluarkan zakatnya pada waktu berhasil ditambang, dan dikeluarkan setelah dibersihkan.

Pengarang al-Mughni, yang bermazhab syafi’i berkata pula, “Kewajiban atas barang tambang itu harus sudah dilaksanakan pada saat diperoleh (yakni pada waktu berhasil ditambang) dan tidak perlu harus sudah bermasa satu tahun.

Sasaran Pengeluaran Zakat Barang Tambang

Orang yang tidak memasukkan kedalam kategori zakat, mewajibkan dari orang kafir zimmi ditarik sebesar 20% bila berhasil menambang, yang berbeda dengan pendapat lain. Hal itu oleh karena zakat tidak wajib oleh seorang kafir zimmi, karena zakat merupakan ibadat sedangkan ia tidaklah termasuk orang yang diterima ibadatnya. Orang yang tidak memasukkannya kedalam kategori zakat juga tidak mempersyaratkan adanya niat dalam menyerahkannya.

Kekayaan Laut

Abu Ubaid menilai bahwa mutiara, ambar, dan apa pun yanng dikeluarkan dari laut tidak dikenakan apa-apa, berdasarkan pada masa Nabi S.A.W pun terdapat barang-barang yang dikeluarkan dari laut tetapi tidak ada satu hadis pun yang membicarakan hal itu.

Berdasarkan hal itu barang-barang yang dikeluarkan dari laut lebih beralasan apabila tidak terkecuali dari kewajiban zakat, berdasarkan dengan analogi dengan kekayaan tambang dan hasil pertanian, baik namanya adalah zakat atau bukan.

Besar atau kecil jumlah zakat itu diserahkan kepada ijtihad dan keputusan para ahli, apakah 20% atau 5%. Abu Ubaid dalam riwayat lain berpendapat yang bersumber dari kebijaksanaan Umar bahwa zakatnya adalah 10%, tetapi kita tidak melihat apa landasannya 10% itu, karena barang hasil laut itu bukanlah harta karun yang besar zakatnya 20%, dan tidak pula barang tambang yang besar zakatnya adalah 2,5% menurut ulama madinah.

Kesimpulan

Pengertian (barang tambang) Ma’din, Kanz dan Rikaz. Barang tambang dalam bahasa Arab disebut dengan ma’din kanz. Ibnu athir menyebut dalam an-Nihaya bahwa al-Ma’adin berarti tempat dimana kekayaan bumi seperti emas, perak, tembaga dan lain-lainnya keluar. Sedangkan kanz adalah tempat tertimbunya harta benda karena perbuatan manusia.

Dalam menentukan apakah barang tambang dan hasil laut dikenakan zakat terdapat banyak pendapat ulama. Akan tetapi dalam penentuan zakat barang tambang, pendapat hanbali, dan orang-orang yang sependapat dengan dia merupakan pendapat yang lebih kuat. Pendapat ini di dukung oleh maksud kata ma’din menurut pengertian bahasa di samping diperkuat oleh pandangan logis, karena tidak ada bedanya antara barang tambang padat dengan barang tambang cair, juga tidak ada bedanya antara yang di olah dengan yang tidak. Tidak ada beda antara besi dan timah, serta antara minyak bumi dengan balerang. Semuanya itu merupakan barang berharga.

Referensi

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat : studi komparatif mengenai status dan filsafat zakat berdasarkan Qur’an dan Hadis. 2004. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa.

Baca Artikel Zakat Lainnya.