Zakat Fitrah

masnasih.com - Zakat adalah instrumen fiskal umat Islam di dunia. Zakat merupakan harta yang wajib dibayarkan saat terpenuhi semua unsur yang mewajibkan zakat. Ada zakat fitrah, dan juga ada zakat mal. Artikel ini menjelaskan zakat fitrah.

Zakat Fitrah

Pengertian Zakat Fitrah

Zakat Fitrah adalah sejumlah harta wajib ditunaikan oleh setiap mukallaf (orang Islam, baligh, dan berakal) dan setiap orang yang nafkahnya ditanggung olehnya dengan syarat-syarat tertentu.

Zakat fitrah adalah zakat yang sebab diwajibkannya karena faktor futhur ( Berbuka puasa) pada bulan ramadhan. Zakat fitrah adalah zakat atas badan, zakat atas diri, atau zakat atas kepala.

Zakat fitrah ialah zakat diri yang diwajibkan atas diri setiap individu lelaki dan perempuan muslim yang berkemampuan dengan syarat-syarat yang ditetapkan. Kata Fitrah yang ada merujuk pada keadaan manusia saat baru diciptakan sehingga dengan mengeluarkan zakat ini manusia dengan izin ALLAH akan kembali fitrah.

Zakat fitrah diwajibkan atas stiap muslim baik laki-laki maupun perempuan, besar maupun kecil, bahkan wajib bagi bayi yang baru lahir dan orang sakit yang mendekati ajal sekalipun, yang memiliki kelebihan makanan bagi diri dan keluarganya pada tanggal 1 syawal. Zakat Fitrah merupakan zakat wajib yang bersifat universal, tanpa memandang gender, jenis kelamin, status sosial, suku bangsa, maupun umur.

Pada prinsipnya seperti definisi di atas, setiap muslim diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya , keluarganya dan orang lain yang menjadi tanggungannya baik orang dewasa, anak kecil, laki-laki maupun wanita.

Hukum Zakat Fitrah

Mengenai hukum dari zakat fitrah dijelaskan dalam firman Allah SWT. Q.S Al-A’la ayat 14-15:

“ Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan Dia ingat nama Tuhannya, lalu Dia sembahyang.”

Ayat Allah ini, menurut riwayat ibn Khuzaimah, diturunkan berkenaan denga zakat fitrah, takbir hari raya, puasa, dan shalat ied. Kata Sa’id Ibnul Musaiyab dan Umar ibn Abdul Aziz: “zakat yang dimaksud dalam ayat ini adalah zakat fitrah”. Al Hafidh di dalam fat-hul Bari juga berkata: “ditambah nama zakat ini denga kata fithri karena diwajibkan setelah selesai mengerjakan puasa ramadhan. Diberitahukan oleh Ibnu Abbas r.a.:“Rasulullah SAW. telah memfadlukan zakat fithri untuk menyucikan orang yang berpuasa dari segala perkataan yang keji dan buruk yang mereka lakukan dalam mereka berpuasa dan untuk menjadi makanan bagi orang yang miskin.” (H.R. Abu Daud dan Ibn Majah)

Pemberitahuan Ibnu Abbas ini, menegaskan dan menyatakan dengan terang hukum zakatul fithri. Dengan hadist ini kita mengetahui, bahwa zakatzakat fitrah itu wajib bagi setiap uamat Islam guna mensucikan diri dan membantu mereka yang miskin. Hadist ini pula menjadi hujjah yang tepat dan kuat untuk menolak faham orang-orang yang mengatakan, bahwa zakat fitrah meruapakan suatu amalan sunnat. Sebagian ulama diantaranya Al Hasan Al Bishry dan Asy Sya’by berpendapat : “Zakatul Fithri ini tidak wajib atas orang-orang yang tidak berpuasa, lantaran hikmahnya untuk mensucikan orang yang berpuasa”.

Pendapat ini tidak dapat kita setujui karena banyak hadist lain yang menegaskan kefardluan mengeluarkan zakat ini, dengan tidak memandang kepada hikmah yang tersebut itu. Hanya saja dapat juga menjadi peringatan bagi setengah ummat Islam yang lebih mementingkan fithrah dari pada puasa. Maksutnya dalam berpuasa mereka memudah-mudahkan, mereka mngabaikannnya. Namun untuk fitrah mereka rela menggdaikan kain untu dapat berfitrah karena jika tidak mereka merasa malu. Pentingkanlah berpuasa dan berilah fithrah di masa yang di tentukan itu. Dan gerakkanlah ummat berpuasa, lebih dari pada yang kita gerakkan mereka berithra. Sungguh tercela mereka yang membiarkan ummat islam untuk tidak berpuasa, tapi mendorong mereka untuk berfithrah.

Hikmah Zakat Fitrah

Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah di atas menjelaskan juga mengenai hikmah penetapan kewajiban zakat fithrah. Zakat fithrah disyari’atkan pada bulan sya’ban tahun yang kedua Hijriah untuk menjadikan pensuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan, ataupun perkataan yang sia-sia dan dari perkataan-perkataan keji ynag mingkin telah dilakukan dalam bulan puasa serta untuk menjadi penolong bagi penghidupan orang fakir dan orang yang berhajat.

Di antara hikmah disyari'atkannya zakat fitrah ] adalah:
  1. Zakat fitrah merupakan zakat diri, di mana Allah memberikan umur panjang baginya sehingga ia bertahan dengan nikmat-Nya.
  2. Zakat fitrah juga merupakan bentuk pertolongan kepada umat Islam, baik kaya maupun miskin sehingga mereka dapat berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada Allah Ta'ala dan bersukacita dengan segala anugerah nikmat-Nya.
  3. Hikmahnya yang paling agung adalah tanda syukur orang yang berpuasa kepada Allah atas nikmat ibadah puasa. 
  4. Di antara hikmahnya adalah sebagaimana yang terkandung dalam hadits Ibnu Abbas radhiAllahu 'anhuma di atas, yaitu puasa merupakan pembersih bagi yang melakukannya dari kesia-siaan dan perkataan buruk, demikian pula sebagai salah satu sarana pemberian makan kepada fakir miskin

Ukuran dan Ketentuan Besarnya Zakat Fitrah

Ukuran atau besarnya zakat fitrah tiap idividu yang wajib dikeluarkanadalah setengah sha’ gandum atau satu sha’ beras, kismis, kurma, susu kering atau satu sha’ barang atau makanan pokok seperti beras jagung dan lainnya yang termasuk makanan pokok di daerah zakat fitrah dilangsungkan. Satu sha’ setara dengan 2,5 kg dalam massa (berat) dan untuk takaran liter sebanyak 3,5 liter. Jadi satu sha’ beras artinya 3,5 liter beras.

Keterangan yag menerangkan bolehnya dalam keadaan tertentu mengeluarkan zakat fitrahnsebesar setengah sha’ gandum diterangkan dalam hadist yang dari ‘Urwah bin Zubair r.a., ia berkata:

“Bahwa Asma’ binti Abu Bakar r.a biasa mengeluarkan (zakat fitrah) pada masa Rasulullah saw., untuk keluarganya yaitu orang yang merdeka diantara mereka dan hamba sahaya dua mud gandum, atau satu sha’ kurma kering dengan menggunakan mud atau sha’ yang biasa mereka mengukur dengannya makanan pokok mereka.” (ath-Thahawai II:43 dan lafadz ini baginya).

Ketentuan yang menerangkan tentang ukuran dan besar zakat fitrah sebesar satu sha’ selain gandum diterangkan dalam haditz dari Abu Sa’id al-Khudri r.a., ia berkata:

“ kami biasa mengeluarkan zakat fitrah stu sha’ makanan, atau satu sha’ gandum (jenis lain), atau satu sha’ kurma kering, atau satu sha’ susu kering, atau satu sha’ kismis.” (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III:678 no:985, Tarmizi II:91 no:668, ‘Aunul Ma’bud V:51 dan Ibnu MajahI:585 no:1829).

Waktu Pembayaran Zakat Fitrah

Ada beberapa pendapat mengenai waktu pembayaran zakat fitrah, diantaranya sebagai berikut :

1. Setelah matahari tenggelam di akhir bulan Ramadhan hingga sebelum melaksanaakan sholat hari raya.

Waktu diwajibkan menunaikan zakat fitrah adalah setelah matahari tenggelam di hari terakhir bulan Ramadhan. Adapun waktu yang disunnahkan untuk membayar zakat fitrah adalah sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri. Hal ini didasarkan pada hadits Ibnu Umar R.a, bahwasanya Rasulullah SAW memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah sebelum manusia keluar untuk melaksanakan shalat Idul fitri.

Jika zakat fitrah dikeluarkan setelah pelaksanaan sholat Idul Fitri maka zakat tersebut bukan lagi termasuk zakat fitrah tetapi menjadi sedekah. Seperti halnya dalam hadits :

فَمَنْ أَذاَ هاَ قَبْلَ اصَّلاَةِ فهِيَ زَكاَةٌ مَقْبُوْلَةٌ ، وَمَنْ أَذاَهاَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدقاَتِ 

“Barang siapa mengeluarkannya (fitrah) sebelum bersembahyang hari raya, maka itulah zakat yang diterima, dan barang siapa yang mengeluarkannya sesudah sembahyang hari raya, maka pengeluarannya itu dipandang satu sedekah saja” (H.R Abu Daud dan Ibnu Majah).

Dengan hadits ini terang dan nyata, bahwa masa kita diwajibkan mengeluarkan zakat fitah itu adalah pagi hari raya dari terbit fajar hingga pergi ke tempat sembahyang hari raya.

Tetapi jika kita lihat kepada kepada arti zakatul fitri (zakat yang diberikan karena berbuka, telah selesai mengerjakan puasa) kita dapat mengambil paham bahwa waktunya mulai dari terbenam matahari di petang malam hari raya atau akhir ramadhan dan waktu itu berakhir dengan sembahyang hari raya. Barang siapa memberinya di antara waktu itu, pemberiannya dipandang fitrah dan barang siapa pemberiannya setelah itu, pemberiannya dipandang sebagai satu sedekah biasa saja.

2. Pembayaran zakat Fitrah pada hari raya Idul fitri hingga matahari tenggelam pada hari raya .

Menurut pendapat yang kedua ini, zakat boleh dibayarkan setelah dilaksanakan shalat Idul Fitri asalkan belum sampai pada tenggelamnya matahari pada hari raya itu. Sebagian ulama menetapkan bahwa mengeluarkan zakat fitrah sebelum shalat hari raya disunatkan bukan dimestikan tidak berdosa apabila menta’khirkannya sesudah shalat. Mereka menetapkan sah fitrah itu diberikan sesudah shalat hari raya, asalkan matahari belum terbenam. Mereka mengharamkan kita menta’khirkan setelah terbenamnya matahari.

3. Pembayaran zakat fitrah dimulai dari awal bulan Ramadhan.

Dibolehkan pula mempercepat pembayaran zakat fitrah mulai dari awal bulan Ramadhan dan sepanjang bulan Ramadhan. Sebab zakat fitrah itu diwajibkan karena dua sebab; puasa di bulan Ramadhan dan berbuka dari puasa. Jika kedua sebab ini ada maka boleh mendahulukan salah satunya. Hal ini seperti zakat harta yang ditunaikan setelah mencukupi nisab, padahal haulnya belum tiba. Namun tidak dibolehkan mempercepat pembayar zakat fitrah pada sebelum bulan Ramadhan, karena hal itu telah mendahului.

Penerima Zakat Fithrah

Kepada siapakah fithrah itu diberikan dan siapa yang berhak menerimanya?

Di kepulauan ini sekarang ada yang menegaskan, bahwa zakatul badani (zakat badan), tak boleh dibagi delapan, atau empat lima bagi dari yang delapan itu, tidak boleh dibagi menurut pembagian sedekah yang tertera dalam Al-Qur’an.

Kata mereka : fithrah itu, mesti dibagi kepada fakir miskin saja. Mereka mengingkari pembagian zakatul fithri menurut pembagian zakat harta. Apa yang mereka katakan, beralasan kepada:

a. Sebuah berita yang wujudnya menerangkan bahwa Nabi menentukan atau memberikan zakatul fithri kepada fakir dan miskin saja, seperti yang tersebut dalam kitab-kitab Zadul Ma’ad dan Sirfus Sa’adah, yang menerangkan bahwa Nabi memberi fithrah kepada fakir miskin.

b. Perkataan Nabi SAW. “Thu’mah lilmasakin” (makanan bagi orang-orang miskin) yang terdapat dalam hadis-hadis Ibnu Abbas r.a.

Akan tetapi pendapat mereka mengenai siapa saja yang berhak menerima zakat fithrah tidak sama dengan perkataan Asy Syafi’y dalam kitab Kasyful Ghummah”. Kata Asy Syafi’y: “adalah sahabat-sahabat Nabi membagi zakatul fithri kepada bagian-bagian yang tersebut dalam Al-Qur’an kepada bagian yang delapan”. Perbuatan sahabat-sahabat ini menegaskan tidak harus diberikan kepada fakir miskin saja.

Dan sungguh boleh jadi, riwayat yang diterangkan oleh Ibnul Qaiyim dalam Zadul Ma’ad dikaitkan kepada pembagian sebelum turun ayat 60 surat At-Taubah. Telah diketahui bahwa pembagian zakat atau fithrah itu tetap untuk dua golongan saja, tidak lebih, tidak diberikan kepada lain-lain sebelum ayat itu diturunkan.

Kemudian untuk menambah jelasnya masalah ini dan untuk menghilangkan kesamaran yang disebabkan oleh faham sebagian ahli agama itu, di bawah ini penukilan pendapat beberapa ahli ijtihad yang ternama, yang mereka itu sendiri mengakui kemujtahidan dan mengambil hujjah dengan pendapat belaiau-beliau itu.

Menurut Ibnul Amier Ash Shan’any : “Zakatul fithri itu, diberikan kepada mereka yang menerima zakatul mal (zakat harta). Perkataan Nabi SAW. “Fithrah itu makanan segala orang miskin, yang terdapat dalam hadist Ibnu Abbas tidak memberi pengertian, bahwa zakatul fithri itu diberikan hanya kepada mereka yang miskin-miskin saja”. Menentukan pembagian zakatul fithri untuk sebagian dari dealapan itu, (untuk fakir dan miskin saja), seperti yang terdapat di hadist Ibnu Abbas, tidak mentakhsiskan umum ayat : karena diuruskan zakatul mal sendiri, Nabi mengatakan juga : “Zakat harta itu untuk orang fakir”.

Kalau dapat ditakhsiskan pembagian zakat fithraah dari umum ayat dengan perkataan: thu’malu lilmasakini, tentulah dapat, bahkan mesti kita takhsiskan pembagian zakat harta pula, karena terhadap zakat harta juga Nabi mengatakan: “ diambil dari orang kaya, diberikan kepada orang-orang fakir”. Dan sungguh-sungguh takkan ada ulama yang mengatakan demikian, terkecuali jika mereka meninggalkan atau menambah ayat Tuhan yang suci itu.

Kata Asy Syaukany : “ Membagi fithrah sama dengan membagi zakat harta, karena fithrah itu, Nabi namakan zakat juga”.

Dan orang-orang yang menerimanya, ialah : orang-orang yang menerima zakat. Akan tetapi, seyogyanya kita dahulukan fakir, karena perintah memberi kecukuan kepada mereka. Yang lebih dari keperluan mereka itu ditashrufkan kepada shenif-shenif yang lain.

Ibnu Qudamah berkata : “Diberikan shadaqah fithri kepada mereka yang menerima shadaqah harta, karena zakat fithri, zakat juga. Karena itu membagi fithrah sama dengan membagi zakat harta juga; dan masuk ke dalam umum ayat 60 surat At-Taubah.

Kesimpulan

Zakat Fitrah adalah sejumlah harta wajib ditunaikan oleh setiap mukallaf (orang Islam, baligh, dan berakal) guna mensucikan diri dan membantu mereka yang miskin. Pada inntinnya zakat Fitrah merupakan zakat wajib yang bersifat universal, tanpa memandang gender, jenis kelamin, status sosial, suku bangsa, maupun umur.

Hikmah penetapan kewajiban zakat fithrah untuk menjadikan pensuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan, ataupun perkataan yang sia-sia dan dari perkataan-perkataan keji yang mungkin telah dilakukan dalam bulan puasa serta untuk menjadi penolong bagi penghidupan orang fakir dan orang yang berhajat.

Adapun untuk ukuran zakat fitrah sendiri adalah satu sha’ setara dengan 2,5 kg dalam massa (berat) dan untuk takaran liter sebanyak 3,5 liter. Jadi satu sha’ beras artinya 3,5 liter beras dan dibayarkan dari setelah matahari tenggelam di akhir bulan Ramadhan hingga sebelum melaksanaakan sholat hari raya. Zakat fitrah juga diberikan kepada 8 golongan hanya saja diutamakan yang fakir dan miskin yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok mereka.

Referensi

Ash Shidiqy, Tengku Muhammad Hasbi. 1999. Pedoman Zakat. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra

El-Madani. 2013. Fikih zakat Lengkap. Yogyakarta: DIVA Press.

Husain, Syahatah. 2000. Fiqhu az-zakat. kairp: Maktabah at-Taqwa.

https://id.wikipedia.org/wiki/Zakat_Fitrah#Yang_berkewajiban_membayar

www.apapengertianahli.com/2015/06/pengertian-ketentuan-syarat-waktu-niat-zakat-fitrah.html

Baca Artikel Zakat Lainnya.