Penulisan Al-Qur'an

masnasih.com - Alquran yang merupakan kalamullah yang suci mempunyai sejarah yang panjang. Alquran tidak turun secara langsung keseluruhan, tetapi secara bertahap dan disesuaikan dengan kebutuhan dari masyarakat pada zaman itu untuk menjawab masalah yang terjadi di dalamnya.

Sejarah Turun dan Penulisan Al-Qur’an

Pengertian Al-qur’an

Al-qur’an secara harfiah berarti “bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat. Al-qur’an menurut bahasa ialah bacaan atau yang dibaca. Sedangkan menurut istilah ahli agama,Al-qur’an ialah nama bagi kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang ditulis dalam mushaf.

Cara dan Proses Turunnya Al-qur’an

Al-qur’an sebagai wahyu Allah disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui proses yang disebut inzal yaitu proses perwujudan al-qur’an (izhhar al-qur’an) dengan cara : Allah mengajarkan kepada malaikat Jibril, kemudian malaikat Jibril menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.

Adapula ulama yang membedakan antara al-inzal dan al-tanzil. Al-inzal berarti proses turunnya al-qur’an ke al-lawh al-mahfuzh sedangkan al-tanzil berarti poses penyampaian al-quran dari al-lawh al-mahfuzh kepada Nabi melalui malaikat Jibril .

Terdapat beberapa pendapat mengenai proses turunnya al-qur’an kepada Nabi, antara lain sebagai berikut :
  1. Al-qu’ran diturunkan sekligus dari al-lawh al-mahfuzh sebagai firman Allah dalam QS.Al-Buruj / 85 : 21-22 : “Bahkan (yang didustakan mereka itu ) ialah alquran yang mulia yang tersimpan di al-lawh al-mahfuzh.” 
  2. Al-qur’an diturunkan ke al-lawh al-mahfuzh kelangit bumi sekaligus, kemudian diturunkan secara berangsur angsur kepada Nabi Muhammad SAW selama kurang lebih 23 tahun, sebagai mana firman Allah dalam QS.Al-Baqarah / 2 :185 : “Bulan Ramadhan bulan yang didalamnya dtiurunkan (permaulan) al-qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan batil).” 
Al-Zarkani dalam manahil al-irfan berpendapat bahwa proses turunnya al-quran terdiri atas tiga tahapan :
  1. Turunnya al-qur’an ke al-lawh al-mahfuzh
  2. Dari Al-lawh al-mahfuzh ke bayt l-‘izzah
  3. Dari bayt al-izzah kapada Nabi Muhammad 
Sedangkan turunnya wahyu dikenal melalui beberapa proses,antara lain berupa ilham atau inspirasi dalam bentuk mimpi, seperti kisah nabi Ibrahim AS menrimaa perintah Allah lewat mimpi untuk menyembelih putranya, Ismail (Q.S Ash-Shaffat/37:102). Biasa juga dengan suara tanpa melihat wujud pembicara, seperti ketika Tuhan berbicara kepada nabi Musa (Qs.An-Naml/27:18), dan terkadang berupa kata-kata yang disampaikan lewat utusan Allah, seperti Allah mengutus Jibril untuk menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad.

Jumhur ulama sependapat bahwa al-qur’an bukan perkataan Nabi atau malikat jibril.Beberapa Ayat yang mendukung pernyataan ini,antara lain QS. An-Naml/27:6, QS.Yunus/10:15, QS. Al-Haqqah /69:44-47. Bahasa Arab yang digunakan dalam al-qur’an bukanlah redaksi Nabi Muhammad atau jibril,melainkan jibril menerima wahyu Al-qur’an dari Allah SWT dalam bentuk makna dan lafal berbahasa arab. hal ini sesuai dengan beberapa ayat sebagai berikut :

“Demikianlah kami wahyukan kepadamu Al-qur’an dalam bahasa arab supaya kamu memberi peringatan kepada ummul-Qura (penduduk mekah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya..(QS.Al-Syura/42:7).

“Sesungguhnya kami menjadikan al-qur’an dalam bahasa arab supaya kamu memahaminya”(QS.Al-Zukhruf/43:3)”

“Sesungguhnya kami menurunkannya berupa al-qur’an dengan berbahasa arab, agar kamu memahaminya (QS.Yusuf/12:2).”

Bentuk lahir al-qur’an berbahasa Arab,karena itu kedudukan bahasa arab menjadi penting.bahasa arab dimuliakan bukan karena ia sebagai bahasa kultural atau bahasa ilmiah,sebab dalam hal ini bahasa persia juga memegang peranan penting tetpi tidak sama posisinya dengan bahasa arab. Bahasa arab dianggap pentig sekali karena menjadi bagian integral al-qur’an,yang bunyi dan pengucapannya memegang peranan penting dalam ibadah islam. Ibadah sholat misalnya: semua bacaan-bacaannya berbahasa arab.karena itu setiap muslim dan muslimat setidaknya harus menghafal ayat-ayat al-quran tertentu, seperti surat al-fatihah yang menjadi salah satu syarat sahnya shlat.

Jumhur ulama berpendapat bahwa al-qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad selama kurang lebih 23 tahun. Alquran mulai diturunkan ketika Nabi Muhammad sedang berkhalwat seorang diri di gua Hira pada malam senin,tanggal 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran, tanggal 6-Agustus 610M.

Di turunkannya Al-quran secara berangsur angsur sela a kurang lebih 23 tahun, menandakan bahwa Alquran mempunyai hubungan dialektis dengan situasi dan tempat ketika ia ditunkan. Tentu saja Alquran bukan hanya memberi petunjuk bagi masyarakat tempat ia diturunkan, tetapi juga untuk masyarakat sepanjang masa dan di tempat manapun, karena itulah ajaran Alquran bersifat universal.

Turunnya Alquran secara berangsur angsur mempunyai beberapa khikmah. Menurut Manna’ al-Qattan sebagai berikut :
  1. Untuk meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW. mengingat watak keras masyarakat yang dihadapi nabi,dengan turunnya al-quran secara berangsur angsur memperkuat hati Nabi. Tidak sedikit ayat yang secara langsung meminta Nabi untuk bersabar dalam mengembangkan misinya, seperti Qs.al-An’am/6:33-34 dan Qs.al-Ahqaf/46:35.
  2. Sebagai mukjizat, mengingat banyaknya tantangan yang dihadapi Nabi dari kaum kafir, termasuk pernyataan-pernyataan yang bernada memojokkan, seperti tentang hal-hal ghaib,  Nabi merasa terbantu dengan turunnya ayat yang menjelaskan pernyataan tersebut. Hal ini diakui dalam QS.Al-Furqan/25:33. 
  3. Untuk memudahkan hafalan dan pemahaman Alquran. 
  4. Sebagai bukti bahwa Alquran adalah bukan rekayasa Nabi Muhammad atau manusia biasa. 
  5. Untuk menerapkan hukum secara bertahap. 
Sosialisasi dan penjabaran hukum-hukum al-qur’an berdasarkan atas empat prinsip,yaitu penerangan hukum secara bertahap(al-tadrij fi al-tasyri’), menyederhanakan sesuatu yang memberatkan (a’dam al-taklif) dan menghilangklan atau mengurangi sesuatu yang memberatkan (‘adam al-haraj). Sebagai contoh : masyarakat arab ketika itu senang dengan minuman keras,padahal minuman keras ini sesuatu yang dilarang dalam al-qur’an, tetapi untuk menghapus tradisi minuman keras ini di perlukan empat tahapan ayat :
  1. Tahap pertama Allah menurukan QS.al-Nahl/16:67 : “Dan dari buah korma dan anggur kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeqi yang baik.sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (KEBESARAN Allah )bagi orang yang mimikirkan.” 
  2. Sebagai reaksi terhadap ayat tersebut diatas,muncul sekelompok masyarakat menanyakan masalah itu ,turunlah ayat berikut : “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi Katakanlah : ‘pada keduanya terhadap dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia,tetapi dosa keduanya lebih besar dari pada manfaatnya”( QS.Al-BAQARAH /2 : 219 ). Ayat ini belum mengungkapkan larangan,baru pada tahap memberika pertimbangan mengenai substansi minuman keras. 
  3. Tahap berikutnya sudah ada pembatasan berupa larangan minuman keras pada saat saat tertentu dengan turunnya ayat ini : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan”(QS.An-Nisa’/4 :43 ) 
  4. Tahap terakhir Allah mengeluakan larangan secara Total terhadap berbagai minuman keras dengan menurunkan ayat : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) minuman khamr, berjudi (berkorban untuk ) berhala, mengadu nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan’’( QS.Al-Maidah/5 :90). 
Demikian pula penghapusan system riba yang melibatkan tiga kelompok ayat yang turun secara berangsuran,yaitu Q.S Ar-Rum/30 :39 ; QS.An-Nisa /4 : 160-161 dan QS.Ali Imran /3 :130.

Ada beberapa tradisi arab lainnya yang berhasil dihilangkan melalui ayat-ayat yang turun secara bertahap.

Penulisan Al-Qur’an

Masa Nabi, Abu Bakar dan Umar

Penulisan alqur’an pada masa Nabi sudah dikenal secara umum. Beberapa sahabat dikenal sebagai penulis wahyu antara lain : Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khatab, ‘Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah, Khalid bin Walid, Ubay bin Ka’ab, Tsabit bin Qais, Amir bin Fuhairah, Amr bin Ash, Abu Musa Al Asy’ari, dan Abu Darda’.

Para sahabat menulis wahyu di kepingan tulang-belulang, pelapah korma, dan bebatuan. Pada masa Nabi belum ada upaya utuk melakukan unifikasi dan kodifikasi Alqur’an. Selain karena wahyu masih turun juga belum ada kebutuhan yang mendesak untuk melakukan upaya itu.

Setalah rasulullah meninggal, Abu Bakar diangkat menjadi Khalifah. Pada masa ini terjadi kekacauan yang ditimbulkan oleh orang-orang murtad, terutama yang dipimpin Musailamah Al Kadzhab bersama para pengikutnya, mengakibatkan terjadinya kekurangan yamamah yang terjadi pada tahun 12 H. Pada pertempuran itu banyak sahabat penghafal AlQur’an gugur mencapai 70 orang bahkan dalam suatu riwayat dinyatakan sekitar 500.

Peristiwa tersebut menggugah hati umar untuk meminta kepada khalifah Abu Bakar agar Alqur’an segera dikumpulkan dan ditulis dalam sebuah mushaf. Beliau khawatir Alqur’an akan berangsur-angsur hilang bila hanya mengandalkan hafalan semata apalagi para penghafalnya semakn berkurang.

Semula Abu Bakar ragu-ragu menerima gagasaan Umar tersebut. Namun akhirnya beliau pun menerimanya setelah betul-betul mempertimbangkan kebaikan dan manfaat gagasan tersebut. Abu Bakar lalu memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk segera mengumpulkan ayat-ayat Alqur’an. Guna ditulis dalam sebuah mushaf. Ciri penulisan Alquran pada masa Abu Bakar adalah seluruh ayat Alquran dikumpulkan dan ditulis menjadi sebuah mushaf setelah melalui proses penelitian.

Setelah Abu Bakar wafat mushaf terjaga dengan ketat dibawah tanggung jawab Umar bun Khatab sebagai khalifah kedua. Setelah Umar wafat mushaf disimpan oleh Hafshah. Pertimbangannya selain istri Rasulullah Hafshah juga dikenal sebagai orang yang pandai membaca dan menulis. 

Sepeninggalan Umar jabatan khalifah dipegang Utsman bin Affan. Pada masa pemerintahan khalifah ketiga ini, dunia islam mengalami banyak perkembangan. Wilayah islam sudah sedemikian luas, dan kebutuhan umat untuk mengkaji Al-Qur’an semakin meningkat. Banyak penghafal Alqur’an ditugaskan ke berbagai provinsi untuk menjadi imam sekaligus sebagai ulama yang bertugas mengajar umat.

Umat islam yang tersebar dalam wilayah yang sedemikian luas, mendapatkan pelajaran dan menerima bacaan (qiro’at) dari masing-masing sahabat yang ditugaskan di daerah masing-masing. Penduduk Syiria, memperoleh pelajaran dan qiro’at dari sahabat Ubay bin Ka’ab, penduduk Kufah berguru kepada sahabat Abdullah bin Mas’ud dan penduduk Basrah berguru pada sahabat Abu Musa Al-Asy’ari.

Versi qira’at yang dimiliki dan diajarkan masing-masing sahabat ahli qira’at tersebut berlainan satu sama lain.hal ini menimbulkan dampak negatif dikalangan kaum muslimin. Diantara mereka saling membanggakan versi qira’at masing-masing, dan saling mengklaim bahwa versi qira’at merekalah yang paling baik dan benar.situasi seperti ini mencemaskan khalifah Ustman bin Affan. Karena itulah,ia segera mengundang para sahabat memecahkan masalah tersebut.akhirnya dicapai kesepakatan bahwa mushaf yang ditulis pada masa Abu Bakar disalin kembali menjadi beberapa mushaf.

Mushaf-mushaf tersebut nantinya akan dikirim keberbagai kota atau daerah untuk dijadikan rujukan bagi kaum muslimin .

Masa Utsman ( Mushaf Utsmani )

Inisiatif utsman untuk membukukan dan menggandakan al-qur’an muncul setelah ada usulan dari khuzaifah, sebagaimana termaksud dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari. Kemudian khalifah utsman mengirim sepucuk surat yang isinya meminta agar hafsah mengirimkan mushaf yang disimpannya untuk disalin untuk menjdai beberapa naskah. Setelah itu khalifah utsman memerintahkan said bin stabit, Abudullah bin Zubair, Sa’id bin a Ash dan Abdurrahman bin Harits, untuk bekerja sama menggandakan Alquran. Utsman berpesan : “jika terjadi perbedaan diantara kalian mengenai al-qur’an, maka tulislah menurut dialeg qurais, karena al-qur’an diturunkan dalam bahasa mereka”.

Setelah tim tersebut menyelesaikan tugasnya, khalifah utsman mengembalikan mushaf orisinal kepada hafsah. Kemudian beberapa mushaf hasil kerja tim tersebut dikirim ke berbagai kota sementara mushaf-mushaf lain yang ada saat itu di perintahkan khalifah utsman untuk di bakar.

Pembakaran mushaf dimaksudkan untuk mencegah terjadi pertikaian dikalangan umat, karena masing-masing mushaf yang dibakar itu mempunyai kekhususan. Para sahabat menulis wahyu pada masa Nabi tidak di Ikat oleh suatu ketentuan penulisan yang seragam, Sehingga terdapat perbedaan antara koleksi seorang sahabat dengan sahabat lainnya. Ada yang kelihatannya mencampurbaurkan antara wahyu dengan penjelasan-penjelasan dari nabi atau sahabat senior, walaupun sesungguhnya sahabat yang bersangkutan dapat mengenali dengan pasti mana ayat dan mana penjelasan ayat, misalnya dengan membubuhi kode-kode tertentu yang mungkin hanya diketahui yang bersangkutan.

Mushaf yang ditulis pada masa Abu Bakar masih tetap tersimpan di rumah Hafsah sampai akhir hayatnya. Diduga mushaf otentik ustman juga disimpannya. Setelah beliau meninggal, mushaf tersebut diambil alih marwan bin al-hakam, wali kota madinah ketika itu.

Disebutkan dalam suatu riwayat bahwa marwan memerintahkan untuk membakar mushaf orisinal itu karena berbagai pertimbangan.

Terdapat perbedaan diatara para ulama tentang jumlah mushaf yang ditulis pada masa khalifah utsman. Kebanyakan para ulama mengatakan sebanyak empat buah masing-masing dikirim ke kuffah, Basrah dan Syria sementara sebuah lagi disimpan khlaifah utsman. Pendapat lain mengatakan berjumlah tujuh buah, yaitu empat buah diatas, dan tiga lagi dikirim ke mekkah, yaman dan Bahrain . Adalagi pendapat yang menyatakan bahwa mushaf yang disalin sebanyak enam buah, masing-masing dikirim ke Mekkah, Basrah, Kuffah dan Syria , satu buah berada di Madinah, dan satu lagi berada ditangan Khalifah Utsman bin affan.

Berapa pun jumlah mushaf yang ditulis pada masa khalifah utsman, agaknya tidak menjadi persoalan. Yang jelas, penggandaan mushaf al-qur’an yang baku telah dilaksanakan pada massa utsman.

Namun demikian, dengan penggandaan mushaf tidak berarti seluruh persoalan berkenaan dengan Alquran dapat dituntaskan. perlu diketahui, mushaf utsman belum menggunakan tanda-tanda baca seperti titik dan symbol-simbol bacaan lainnya. Bagi orang awam dalam bahasa arab, ketiadaan tanda baca itu menyebabkan adanya peluang terjadinya kekeliruan dalam membaca Alquran perbedaan Alquran apalagi kalau bacaan itu tidak benar, bisa membawa konsekuensi yang fatal. Karena itu, dalam perkembangan mushaf selanjutnya diupayakan pembubuan tanda-tanda baca.

Ketika wilayah Islam sudah menjangkau banyak daerah non arab, seperti Turki, India, Persia, Afrika, dan daerah timur jauh, kesulitan berkenaan dengan mushaf tanpa tanda-tanda baca semakin terasa. Suatu ketika, seorang asing a’jam membaca (QS. At-Taubah / 9:3 )

“sesungguhnya Allah berlepas diri dari ornga-orang musyrik dan Rasulnya”.

Seharusnya ia membaca :

“sesungguhnya Allah dan RasulNya melepas diri dari orng-orang musyrik.”

Perbedaan bacaan karena tidak adanya tanda baca pada contoh diatas memperlihatkan bahwa perbedaan bacaan bisa menimbulkan perbedaan makna yang besar. Berawaldari kenyataan ini, khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M ) memerintahkan ulama besar Al Hajaj bin Yusuf Al Saqafi untuk memberikan tanda-tanda baca kepada Alqur’an, yang kemudian distandarkan penggunaannya, dengan dibantu Nashr bin Ashim dan Yahya bin Makmur, dua murid ulama tersohor Abu Al Aswad Ad Duali.

Ciri-ciri mushaf Al-Qur’an yang ditulis pada masa khalifah Utsman bin Affan ialah : ayat-ayat alqur’an yang tertulis di dalamnya seluruhnya berdasarkan riwayat mutawatir, dan surah-surah maupun ayat-ayatnya disusun dengan tertib sebagaimana mushaf yang dapat kita saksikan sekarang. Sedangkan pada masa Abu Bakar mushaf Al-Qur’an menurut urutan turunnya wahyu. Selain itu, di dalamnya tidak lagi terdapat catatan-catatan tambahan sebagai tafsir dari beberapa ayat tertentu, seperti sering ditemukan di dalam mushaf-mushaf sahabat Nabi.

Jika penulisan ketiga bentuk mushaf dibandingkan yakni mushaf pada masa Nabi, mushaf pada masa Abu Bakar, dan mushaf Utsmani maka perbedaannya adalah sebagai berikut :
  1. Pada masa Nabi, penulisan dilakukan ketika wahyu Alqur’an diturunkan dengan menyusun urutan ayat-ayat dalam surah-surah tertentu sesuai petunjuk Nabi. Ayat-ayat tersebut ditulis secara terpisah-pisah pada kepingan-kepingan, tulang, pelepah korma, batu-batuan dan sebagainya.
  2. Pada masa khalifah Abu Bakar, penulisan dilakukan untuk menghimpun danmenyalin kembali catatan-catatan alqur’an menjadi sebuah mushaf. Tertib surahnya menurut urutan turunnya wahyu. 
  3. Pada masa khalifah Utsman bin Affan dilakukan penggandaan mushaf yang ditulis pada masa Abu Bakar. Tertib ayat dan surahnya seperti yang ada sekarang ini. 

Masa Ali bin Abi Thalib (mushaf pasca Utsman)

Inisiatif untuk menyempurnakan penulisan al-qur’an pertama kali dilakukan Abu Al Aswad Ad Duali atas perintah Ali bin Abi Thalib atau menurut versi Al Suyuthi atas intruksi Abdul Malik bin Marwan.

Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa inisiatif itu muncul ketika seorang qori’ salah membaca Qs.At-Taubah/9 :3, sebagaimana disebutkan terdahulu. Lalu Abu Al-Aswad kaget mendengar bacaan itu, kemudian pergi menemui ziyat, gubernur Basrah, lalu menyampaikan maksud member tanda baca al-qur’an. Selanjutnya dengan tekun Abu al-Aswad membeikan tanda-tanda baca kedalam al-qur’an.

Secara bertahap pula para penulis mushaf mulai meletakkan nama-nama surah dan bilangan ayat,dan rumus-rumus yang menunjukkan kepala ayat dan tanda-tanda pemberhentian(waqaf).

Semula para ulama tidak mentolerir usaha perbaikan tersebut karena khawatir akan terjadi penambahan dalam al-quran. Ibnu mas’ud pernah memperingatkan: “bersihkanlah al-qur’an dan jangan dicampur adukkan dengan sesuatu apapun.”

Dalam perkembangan berikut ini tidak lagi ditemukan larangan tegas dari berbagai pihak tentang pemberian tanda-tanda baca al-qur’an, karena terbukti mempunyai banyak manfaat dalam penyeragaman bacaan al-qur’an. Manuskrip kuno tanpa tanda baca sulit ditemukan sekarang. Sebagian besar manuskrip pada masa sahabat telah hancur karena kurangnya perawatan. Dan sebab bahan-bahan yang digunakan untuk menulis berasal dari bahan yang tidak tahan lama. Manuskrip paling tua yang dapat ditemunakan ialah manuskrip pada abad ke dua hijjrah, pernah dipamerkan dimusium Inggris London, dalam Word of Islam Festival (festifal dunia islam). Pada tahun 1976. Manuskrip tersebut ditulis diatas kertas papirus. Sebuah salinan Al-qur’an yang ditulis di atas kulit rusa betina kini tersimpan di perpustakaan nasional mesir manuskrip ini diperkirakan ditulis pada tahun 68H/699M atau 58 tahun setelah Rasulullah meninggal.

Manuskrip utsman hingga kini belum diketahui padahal manuskrip tersebut telah digandakan. Al-kinddi (236H/850M) menyatakan bahwa empat dari salinan naskah utsman rusak dalam kebakaran atau peperangan, sedangkan manuskrip yang dikirim ke Damaskus masih tersimpan disana ketika ia masih hidup.

Ibnu Batutah (779H/1377M) menceritakan bahwa ia pernah melihat salina manuskrip yang dibuat pada masa utsman di Granada , Marakesh, dan basra. Sementara ibnu katsir (774H/1372M) menyatakan pernah melihat salinan al-qur’an yang sangat mungkin dituis pada zaman utsman bahannya dari kulit Unta. Manuskrip itu dipindahkan dari Tiberia ( Palestina ) ke Damaskus pada tahun 518H. ada informasi bahwa manuskrip itu masih ditemukan di masjid damaskus sebelum masjid itu terbakar pada tahun 1310H/1892M.

Sebuah manuskrip kuno yang di duga salinan dari mushaf utsmani tersimpan di dalam Masjid Al-Hussain, Kaero. Ibnu jubirr (614H/1217M) pernah melihat sebuah manuskrip kuno di masjid madinah pada tahun 580H/1184M. Kemudian manuskrip itu dibawa ke Istanbul, Turki pada tahun 1334H/1915M. Setelah meletus dunia 1 manuskrip itu dibawa ke Berlin, Jerman. Informasi terakhir menyebutkan bahwa manuskrip ini dikembalikan lagi ke Istanbul.

Sedangkan riwayat manuskrip mushaf Imam, sebutan bagi manuskrip yang dinamakan Utsman untuk kepentingan pribadinya, dibawa ke Andalusia pada masa kekhalifahan Umayyah. Dari san kemudian dibawa ke Fez (Maroko). Ibnu Batutah pada abad ke 8 H masih sempat menyaksikan manuskrip tersebut.

Sebuah manuskrip yang diberi nama Samarkand, diperkirakan merupakan salah satu salinan manuskrip Utsman, kini masih tersimpan di Tasken, Asia Tengah. Manuskrip ini dabawa ke Samarkand pada tahun 890 H/ 1485 M, dan tetap disana sampai tahun 1868 M, tetapi dibawa ke St. Patersbrug oleh tentara Rusia pada tahun 1869 M. Manuskrip ini di buatkan salinan oleh S.Pisareff, seorang orientalis Rusia, lalu dikirim ke Sultah Abdul Hamid dari dinasti Utsmani (Turki), Syah Iran, Amir Bukhara, Afganistan, Fez (Maroko), dan beberapa tokoh muslim terkemuka. Salah satu contoh salinan manuskrip tersebut kini tersimpan di perpustakaan Columbia University, NewYork.

Tentang manuskrip Ali bin Abi Thalib ada informasi bahwa salah satu salinan mushaf dipegang Ali : sepeninggalannnya salinan ini disimpan Najaf, Iraq yaitu Dar Al Kutub Al Alawiyah. Manuskrip ini ditulis dalam aksara kufi dan diatasnya tertulis kata “Ali bin Abi Thalib” yang ditulis pada tahun 40 H.

Sejak mesin cetak ditemukan pada abad ke 16 di Eropa naskah Alqur’an sudah semakin mudah ditemukan. Alqur’an pertama kali dicetak diatas percetakan dapat dipindah-pindahkan pada tahun 1694 M, di Hamburg, Jerman. Naskah sepenuhnya dilengkapi dengan tanda-tanda baca. Percetakan alqur’an atas prakarsa orang Islam dilakukan pada tahun 1787 M St.Patersburg, Rusia, lalu disusul di Kazan (1828 M), Persia (1833 M ), dan di Istanbul 1877 M. edisi cetakan paling lengkap dan dinilai paling stndar ialah edisi Mesir, yang dicetak pada tahun 1344 H/ 1925 M. 

Tujuan Turunnya Alquran

Turunnya Al-Qur’an ini bertujuan antara lain : 
  1. Untuk membersihkan akal dan menyucikan jiwa dari segala bentuk syirik.
  2. Untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab. 
  3. Untuk menciptakan persatuan dan kesatuan. 
  4. Untuk mengajak manusia berfikir dan bekerja sama dalam bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 
  5. Untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual. 
  6. Untuk memadukan kebenaran dan keadilan. 
Kesimpulan

Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an adalah nama dari kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang ditulis dalam mushaf. Al-qur’an sebagai wahyu Allah disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui proses yang disebut inzal yaitu proses perwujudan al-qur’an (izhhar al-qur’an) dengan cara : Allah mengajarkan kepada malaikat Jibril, kemudian malaikat Jibril menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.

Adapula ulama yang membedakan antara al-inzal dan al-tanzil. Al-inzal berarti proses turunnya al-qur’an ke al-lawh al-mahfuzh sedangkan al-tanzil berarti poses penyampaian al-quran dari al-lawh al-mahfuzh kepada Nabi melalui malaikat Jibril .

Pada masa Nabi, penulisan dilakukan ketika wahyu Alqur’an diturunkan dengan menyusun urutan ayat-ayat dalam surah-surah tertentu sesuai petunjuk Nabi. Ayat-ayat tersebut ditulis secara terpisah-pisah pada kepingan-kepingan, tulang, pelepah korma, batu-batuan dan sebagainya. Pada masa khalifah Abu Bakar, penulisan dilakukan untuk menghimpun danmenyalin kembali catatan-catatan alqur’an menjadi sebuah mushaf. Tertib surahnya menurut urutan turunnya wahyu. Pada masa khalifah Utsman bin Affan dilakukan penggandaan mushaf yang ditulis pada masa Abu Bakar. Tertib ayat dan surahnya seperti yang ada sekarang ini.

Referensi

Sya’roni, Sam’ani. 2011. Tafkirah Ulum Al-Qur’an. Al-Ghatasi Putra.

Shihab, M. Quraish. 2000. Wawasan Al-Qur’an. Mizan.

Ash-Shiddieqy, Prof. DR. T. M. Hasbi. 1980. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an / Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang.

Stenbrink, Karel A,. 1986., Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam kurun Modern. Jakarta: LP3ES.

Al-Qur’an dan Terjemahnya. 1985. Jakarta: Departement Agama RI., Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an.

Titus H. Harold. 1984. Persoalan-persoalan Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.

Disusun oleh :
1. Nurul Khomsah ( 2013114131 )
2. Dewi Rahmawati ( 201311437 )
3. Widi Setiawati ( 2013114171 )
4. Ahmad Wasmari ( 2013114241 )
Baca Artikel Religi Lainnya.