masnasih.com - Hidup memiliki siklus yang pasti. Ada masa bayi dimana kita baru dilahirkan dan rupanya imut menggemaskan membuat semua orang tersenyum hatinya tergelitik untuk mencubitnya, menggendongnya, dan menimang-nimang dipelukannya.

Ada masa balita tubuhnya tumbuh sekian cm, masih menggemaskan tetapi sudah mulai membuat orang tuanya pontang-pantingan harus menjaganya setiap saat karena ia tidak bisa diam dan terus aktif melakukan apa saja yang ia suka.

Ada masa kanak-kanak dimana kita mulai masuk ke lingkungan sekolah, mulai mengenal apa itu teman, saking asiknya bermain dengan temannya terkadang pulang dengan tangisan karena keasikannya berakhir dengan perkelahian.

Ada masa remaja dimana kita mulai tertarik dengan lawan jenis, masa yang paling asik adalah masa SMA hidup masih minta-minta dan sekolah masih tempat ternyamannya. Masa ini akan mulai surut ketika masuk ke dunia perkuliahan atau dunia kerja. Kita mulai disibukkan dengan berbagai aktivitas yang melelahkan, mulai ingin mandiri dan terlepas dari orang tua secara materiil.

Dan yang terakhir adalah masa dewasa dimana masa ini adalah masa yang paling bermakna dalam hidup kita. Masa keemasan sekaligus masa pudarnya cahaya purnama dalam kehidupan. Kita mulai memahami makna sebuah kehidupan, kita mulai mengetahui siapa jati diri kita sebenarnya dan apa yang harus dilakukan sebelum sisa umur habis di telan zaman.

Siklus ini akan terus berlanjut dan setiap manusia yang terlahir pasti akan mengalami siklus ini terkecuali sebagian mereka yang harus pulang lebih dahulu, meninggal di usia muda. Siklus ini menjamin dan memastikan setiap manusia mengalaminya. Kita tak akan pernah bisa menghindari apapun bentuk caranya.

Kulit kencang yang mulai mengerut, mata mutiara yang mulai menyusutkan cahayanya, gigi yang kuat satu demi satu menanggal dengan sendirinya, otot yang gesit bagaikan di stel slow motion, air mata mendadak surut entah kemana menyisakan tangisan kering kerontang. Semuanya akan datang pada pudarnya cahaya purnama, manusia telah lapuk dimakan usia.

Tak adalah pujian kecantikan wanita dan otot kuat lelaki, kini tinggal cibiran orang yang melihatnya, bahkan menjadi bualan-bualan buah hatinya sendiri. Tatapan mata sudah mulai meredup, Hilang segala kekuatannya, hilang segala nafsu dunianya, hilang segala sesuatu yang dimilikinya, hidup terdiam menatap dunia dengan perasaan yang telah beda, semua terasa hambar dan tawar, menghilang segala kenikmatannya, hilang segala anugerahnya karena Tuhan telah menantikan kedatangannya.