masnasih.com - Tak pernah disadari bahwa saat menulis sebenarnya kita telah mengutip dari banyak pikiran yang berlainan. Hal yang paling sederhana ketika pena mulai meninggalkan jejaknya setidaknya mengutip dari pikiran orang lain yang pernah tertanam melalui komunikasi yang pernah dijalin sebelumnya. Kita bisa ambil contoh ketika seseorang mencaci misalnya. Lalu, kita menulis tentang bagaimana sikap orang lain yang pernah mencaci itu entah berupa susunan kalimat sarkas, ancaman, ataupun susunan kalimat lainnya.

Tulisan yang bagus akan mengutip dari berbagai sumber. Minimal mengutip dari cara penyampaiannya, struktur kalimatnya, atau kekayaan kosakatanya. Lebih-lebih mengutip kalimatnya itu akan jauh lebih berwarna.

Kutipan menandakan adanya perkembangan pengetahuan. Terlebih lagi jika tulisan yang dikutip adalah dari pada pemikir, pakar-pakar dalam bidangnya, ini akan jauh lebih berwarna. Adanya kutipan menandakan kekayaan tulisan. Tulisan tanpa kutipan bagaikan sayur tanpa garam, ia terlalu tawar untuk dirasakan.

Kutipan juga menandakan sikap rendah hati seorang penulis. Karena, ia sadar bahwa segala pengetahuannya mustahil datang begitu saja tanpa membaca. Ia sadar bahwa ada titik balik, ada asal usul kenapa ia harus menulis dan ada pegangan yang perlu dijadikan pijakan untuk mulai menulis, sehingga tulisan tetap fokus dan tak melebar kemana-mana.