masnasih.com - Mentari mulai menyembunyikan dirinya, langit menjadi gelap dan bulan mulai menampakkan wajahnya dengan penuh suka cita. Ia selalu tersenyum menyambut malam hari. Mungkin karena ia suka bermain bersama bintang-bintang yang gemerlap.

Malam semakin larut, pergerakan manusia mulai terdengar sayup-sayup, hening menyisakan bunyi napas dan dengkuran karena kelelahan. Semakin hening semakin ramai. Suara serangga-serangga mulai terdengar nyaring. Detak jam dinding pun semakin lantang.

Jika dipikir, suasana ini sungguh indah. Banyak orang yang terlalu sibuk dengan pikirannya sehingga abai akan keindahan ini. Namun, ada satu hal yang membuat hati menyusut. Detak jam dinding yang terus berlanjut menandakan waktu tak akan pernah berhenti, apalagi kembali ke detik sebelumnya.

Waktu tak akan mungkin kembali, sisa umur akan terus berkurang seiring berjalannya waktu. Segala ujian tentu tak akan ada apa-apanya jika kita ingat waktu kita selalu berkurang setiap detiknya. Kita tak akan pernah merasa kesusahan jika ingat bahwa umur kita tak panjang lagi. Kita tak akan pernah mengeluh jika mengingat bahwa hidup memang begitu, takdirlah yang memastikan, dan waktulah yang akan mengingatkan.

Kita tak pernah tahu detik keberapa jantung ini berhenti berdetak. Kita tak tahu kapan waktu kita akan sampai. Kita tak tahu kapan tubuh ini mulai lunglai. Kita tak tahu kapan semuanya akan usai. Yang kita tahu hanya sebatas pengetahuan umum yang tak ada kepastian waktunya.

Maka tak bisa disalahkan jika ada ungkapan manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Kesalahan manusia yang pertama adalah lupa waktu, dan saat yang bersamaan manusia juga melakukan kesalahan. Orang yang salah bisa dikatakan orang yang lupa dengan waktu. Orang yang lupa waktu menganggap dirinya masih lama hidup di dunia sehingga ia berani melakukan kesalahan.

Inilah sedikit sisa usia hari ini. Malam yang sepilah yang membuat pikiran tersadar, jam dinding bukan sekedar hiasan. Ia selalu mengingatkan pada janji Tuhan.